Rabu, 10 Februari 2010

MENGGAGAS PENGAJIAN BERWAWASAN BUDAYA

Oleh : Musmuallim, S.Pd.I

Budaya merupakan satuan hasil cipta manusia yang berjalan mengisi ruang peradaban. Salah satu manifestasi dari sentuhan manusia. Sebagai hasil ramuan manusia yang lahir dan mampu memberikan nuansa keadilan dan kebersamaan bagi kehidupan sosial. Keadilan yang berwujud pada ruang cipta atas hasil karya yang dikembangkan di bumi nusantara. Menciptakan hasil karya sebagai instrumen kekayaan daerah dan nasional. Masyarakat diberikan sebuah ruang keadilan untuk berkontribusi membangun peradabannya. Kebersamaan yang dibangun akan dipermudah dengan komunikasi melalui pergulatan budaya. Integritas bangsa akan semakin menyatu didukung dengan peranan budaya yang secara esensial menjadi kebutuhan masyarakat secara luas.

Namun ruang keadilan secara kodrati ini sudah hampir tergerus oleh arus perputaran dan pertukaran budaya asing sebagai proses globalisasi. Hampir di pelosok nusantara sudah terjangkit virus budaya barat yang menggeser peranan budaya lokal di sekeliling kita. Masyarakat secara tidak sadar telah meninggalkan peninggalan alamiah nenek dan kakek moyang kita. Kebersamaan dalam kacamata sosial masyarakat mulai luntur oleh gejolak sikap individualisme masyarakat. Sikap ini secara cepat berkembang pada dinamika interaksi masyarakat terutama pada masyarakat perkotaan. Rasa sosialisme masyarakat terlucuti oleh pergeseran nilai budaya. Hubungan saling asah asih asuh antar sesama menjadi terkotak-kotak oleh adanya kelas sosial yang cenderung mengucilkan masyarakat kecil dan terpinggirkan.

Disisi lain, masyarakat menjadi plural kontaminatif oleh budaya barat yang menjangkit generasi muda. Masyarakat menjadi plural bukan karena pengaruh khazanah kekayaan budaya yang berupaya mengintegrasikan bangsa. Pengaruh budaya barat menjadi komoditas konsumtif bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sehingga hal ini berimplikasi pada ahistorical bagi kalangan muda bangsa yang gandrung akan modernitas yang global. Filterasasi yang dilakukan harus selaras dengan keinginan masyarakat untuk melakukan koreksi terhadap segala tindakan yang tidak melenceng pada wilayah propaganda. Melalui budaya barat yang bertentangan dengan norma-norma sosial dan agama yang kita anut.

Sejak kecil kita telah diajari budaya Jawa yang memiliki ranah saling gotong-royong saling bahu membahu membangun masyarakat. Masyarakat sangat demokratis; melakukan kerjasama gotong-royong tanpa pamrih dari, oleh dan untuk masyarakat. Kebutuhan ini, dalam masyarakat sosial Jawa sudah menjadi tradisi yang sudah turun temurun. Konsep anggah inggih ungguh merupakan tatanan nilai yang menjadi pegangan orang Jawa dalam melakukan interaksi dengan sosial masyarakat. Menghormati orang yang lebih tua dalam pergaulan, begitu juga sebaliknya orang yang lebih muda menghargai orang yang lebih tua. Nilai yang terkandung dalam konsep ini tergambar pada harmonisasi yang sudah tercipta secara kondusif pada masyarakat Jawa.

Berbicara tentang pergeseran nilai budaya, maka kita akan berhubungan dengan peran-peran media yang dapat memberikan informasi. Masyarakat akan semakin mudah mengakses kebutuhan informasinya terkait dengan akselerasi dari masyarakat dan komponen yang mempengaruhinya. Melalui media masa masyarakat secara mudah dan cepat memperoleh segala informasi yang menjadi kebutuhan dalam membangun sebuah komunikasi sosial dengan sekelilingnya. Pengaruh media menjadi signifikan bagi akselerasi budaya asing yang masuk di negara kita. Klaim publik terhadap media perlu dilakukan sedini mungkin dengan mempresentasikan segala potensi budaya dan ragamnya. Langkah ini sebagai alternatif antisipatif terhadap marjinalisasi budaya di dalam negeri sendiri. Kontaminasi ini menunjukan angka erosi penghayatan terhadap nilai-nilai budaya yang semakin meningkat.

Kembali ke persoalan media, secara aplikatif media masa (cetak dan elektronik) menjadi sarana untuk dapat mempresentasikan segala potensi budaya secara representatif. Khalayak akan semakin mudah mengakses segala bentuk informasi budaya negeri sendiri. Kekayaan negeri ini masih banyak yang belum terjamah oleh mata masyarakat. Apalagi sampai kepada eksposi dari sebuah media yang mempresentasikannya. Ironisnya, banyak pihak asing yang akan dan bahkan telah menguasai potensi dan kekayaan budaya dan wisata di Indonesia. Hal ini perlu diketahui oleh masyarakat sebagai akar rumput penguatan budaya daerah di seluruh pelosok nusantara. Harus ada pembelaan terhadap tradisi dan nilai-nilai kebudayaan negeri serta produk dalam negeri sebagai khazanah kekayaan hasil karya anak bangsa. Kesadaran peran serta media dalam negeri, untuk melakukan pembelaan terhadap eksistensi dan kelestarian budaya bangsa.

Peran budaya ketimuran dimiliki secara utuh oleh bangsa Indonesia yang menunjukan etika sosial dalam pergaulannya. Pasalnya karakter bangsa ini perlu dimiliki oleh semua anak bangsa. Sehingga dari paradigma ini akan lahir satu generasi yang secara komprehensif memahami dan mengetahui bangsa dan budayanya serta mencintai produk dalam negeri. Pada kurun waktu yang lalu harian Kompas menghadirkan rubrik wacana tentang gagasan pengajian berwawasan nasionalisme yang dihadiri oleh Hadaratussyaikh KH. Habib Lutfi. Ketika para hadirin diperintahkan untuk berdiri menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya bersama-sama. Dalam forum pengajian ada penanaman nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme yang bernuansa ideologis kebangsaan dalam kerangka keagamaan. Ide ini dapat kita kembangkan melalui wilayah budaya, artinya dalam menggagas sebuah bangunan nasionalisme yang kokoh, harus di topang oleh konstruk akar wawasan budaya bangsa yang integral. Maka gagasan terkait pengajian berwawasan nasionalisme akan lebih lengkap dengan kajian dan pendekatan budaya.

Pondok Pesantren sebagai lembaga Islam tertua di negeri ini, akhir-akhir ini mengalami perubahan yang sangat signifikan dalam ranah berbangsa dan bernegara. Ketika bersinggungan dengan persoalan politik, ekonomi bahkan sampai nasionalisme dan patriotisme. Pesantren sebagai basis ilmuwan dan agamawan paling tidak menjadi pilot project dalam meneruskan ide dasar untuk dapat melakukan pendekatan terhadap nilai-nilai nasionalisme melalui pengajian berwawasan nasionalisme. Kemudian pesantren dapat mengkolaborasikan antara sistem yang ada di dalam pesantren itu sendiri dengan kebutuhan akan pemahaman akar budaya bangsa Indonesia. Pengajian dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan budaya yang kemudian konsen terhadap bagaimana transformasi ilmu agama dengan konteks masyarakat Indonesia yang notabene majemuk dan plural. Bahkan ketika sekarang ini bermunculan aliran sesat dan menyesatkan yang kebanyakan ada formula mencampuradukkan antara dua kultur atau lebih yang berbeda menjadi satu yang disebut sebagai aliran sempalan baru. Maka kita sepakat dengan pendekatan dakwah yang dilakukan oleh para Walisongo sebagaimana melakukan transformasi ilmu agama melalui jalur pendekatan budaya (culture approach).

Melihat deskripsi diatas, ketika bangsa ini dihadapkan pada modernitas dan cengkeraman kontaminasi barat, maka dimulai dari improvisasi metode dan inovasi tradisi yang ada di pesantren dengan mencoba melihat dengan analisis teks dan konteks keindonesiaan yang semakin marak akan krisis dimensional. Pesantren menjadi laboratorium bagi kajian dan pengajian berbasis atau berwawasan budaya dengan menggunakan analisis teks (baik nash maupun as-sunnah) dan bagaimana mengkontekstualisasikan pada wilayah publik. Sehingga generasi muda akan mendapatkan satu pengetahuan yang multikultral dalam tananan dan orientasi dasar pendidikan pesantren. Selain itu, akan terbentuk satu mainstream bahwa perubahan terjadi diluar dugaan kita sebagai pribadi yang selalu dinamis. Kemudian sebagai langkah proteksi terhadap generasi muda Islam Indonesia dalam mengkaji pemahaman ajaran agama dalam masyarakat plural dan majemuk Indonesia.

Man arafa nafsahu arafa rabbahu, “barangsiapa mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya”. Barangkali kita dapat ibda binnafsi mengilhami dan mengkontekstualisasikan pada rasa integritas terhadap bangsa dan negara. Bahwa barangsiapa mengenal budayanya maka dia akan mengenal bangsanya sendiri.